VIVA.co.id - Kehidupan kaum Yahudi di era Babilonia terkuak berkat naskah kuno yang tertera di beberapa sabak Cuneiform berukuran kecil. Sebagian dari ratusan sabak berukuran kecil itu menggambarkan kehidupan sehari-hari dari kaum Yahudi yang diasingkan dari Babilonia 2.500 tahun lalu.
Sabak yang terbuat dari tanah itu diperlihatkan kepada arkeolog di Museum Bible Lands di Yerusalem. Ada sekitar 100 sabak yang bentuknya tidak lebih besar dari ukuran tangan orang dewasa. Di dalamnya berisi detail transaksi dan perjanjian antara kaum Yudea, bangsa awal Yahudi, yang dibujuk untuk meninggalkan Yerusalem oleh Raja Nebukadnezzar sekitar tahun 600 sebelum masehi.
"Kami semua (para arkeolog) terpukau dengan semua ini. Rasanya seperti menang undian. Kami mulai membaca sabak itu dan dalam hitungan detik, kami benar-benar terpukau. Ini mampu mengisi kekosongan yang ada dalam memahami apa yang terjadi pada kehidupan kaum Yahudi di Babilonia, lebih dari 2.500 tahun lalu," ujar ahli kebudayaan Assyria, Sumeria dan Babilonia kuno, Filip Vukosavovic, seperti dikutip Haaretz, Rabu 4 Februari 2015.
Nebukadnezzar merupakan penguasa yang sangat berpengaruh saat itu. Dia terkenal sebagai pendiri Taman Gantung di Babilonia. Penguasa itu sering datang ke Yerusalem beberapa kali untuk memperluas cakupan wilayah kekuasannya.
Suatu ketika, ia pernah datang bertepatan dengan penghancuran kuil pertama di Yerusalem pada tahun 586 sebelum masehi. Dia kemudian membujuk ribuan orang Yudea untuk meninggalkan tanah yang mereka tempati itu.
Satu masa 'pembuangan' terjadi tahun 587 sebelum masehi dan melibatkan 1.500 orang melakukan perjalanan berbahaya melewati wilayah, yang sekarang disebut Lebanon dan Suriah, menuju wilayah subur di selatan Irak. Di sana, orang-orang Yudea berdagang, mereka berbisnis dan membantu sistem administrasi kerajaan.
"Mereka bukan budak. Mereka bebas pergi dan melanjutkan hidup. Nebukadnezzar bukanlah penguasa yang jahat dalam hal itu. Dia menyadari bahwa dia butuh bantuan orang Yudea untuk bisa bertahan dalam ekonomi Babilonia yang sulit," ujar Vukosavovic.
Setiap sabak yang ada, menjelaskan secara gamblang detail perdagangan buah dan komoditas lain, pembayaran pajak, kepemilikan hutang dan perhitungan kredit. Beberapa sabak juga menjelaskan sebuah silsilah keluarga Yudea dalam empat generasi, dimulai dari ayah bernama Samak-Yama, lalu anaknya, cucu dan lima orang cicit. mereka semua memiliki nama Ibrani yang sampai sekarang masih banyak digunakan di Israel.
"Kami juga bahkan tahu secara detail mengenai warisan yang mereka turunkan kepada generasi kelima mereka. Di satu sisi ada hal yang membosankan namun di lain sisi kita bisa belajar banyak tentang siapa sebenarnya orang-orang buangan ini dan bagaimana mereka menjalani hidup," kata Vukosavovic.
Vukosavovic menggambarkan sabak itu sebagai pelengkap dari teka-teki yang tidak pernah terjawab selama 2.500 tahun. Ternyata banyak kaum Yudea yang kembali ke Yerusalem ketika kerajaan Babilonia menarik pengasingan mereka pada tahun 539 sebelum masehi. Namun banyak juga yang tinggal di wilayah baru itu dan membentuk bangsa Yahudi yang telah bertahan selama dua milenium.
"Keturunan orang Yahudi itu hanya kembali ke Israel pada 1950an, ketika banyak dari mereka menyebar, pindah dari Irak, Persia, Yaman, dan Afrika Utara, membuat beberapa komunitas baru," ujar Vukosavovic.
Arkeolog percaya sabak itu dibuat pada tahun 572 sampai 477 tahun sebelum Masehi. Sabak paling tua dalam koleksi itu ditulis 15 tahun setelah penghancuran kuil oleh raja Nebukadnezzar, sedangkan yang lainnya ditulis 60 tahun setelah warga Yudea kembali dari pengasingan.
Tidak jelas juga dari mana semua sabak itu ditemukan karena mereka menemukannya di pasar antik. Arkeolog memperkirakan sabak itu ditemukan pada 1970 di Irak bagian selatan dan tersebar menjadi tiga bagian. Kolektor bernama David Sofer membeli sekitar 110 sabak, atau setengah dari total koleksi yang ada. Sofer lah yang meminjamkan sabak itu ke Museum Bible Lands.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar